Semalam (12/12/16), sebuah andong (dokar) di Jogja sedang mengantar tamu untuk menikmati suasana Jogja di malam hari. Semula berjalan biasa saja. Siapa sangka, pada saat pak kusir hendak mengantarkan tamu ke pusat toko Bakpia, sebuah insiden terjadi. Sebuah bus yang saat itu hendak mendahului andong, membunyikan klakson keras hingga membuat si kuda merasa ketakutan (kaget) dan parahnya ia terlepas dari jeratan (tali) andong. Kuda pun kalap, berlari tanpa arah dengan kecepatan tinggi dari arah Ngabean menuju Ngampilan. Terhenti di suatu tempat, sebuah warung makan kaki lima dan konter HP ternyata sudah porak-poranda, pun darah merah dari tubuh kuda mengalir dengan derasnya. Saat itu saya sedang berjalan-jalan di Malioboro untuk menghilangkan suntuk. Melihat postingan dari grup terbuka di Jogja, ICJ (Info Cegatan Jogja), saya sontak mengelus dada. Yang saya lihat saat itu hanya foto, yaitu kondisi etalase konter HP pecah, warung makan berantakan hingga bagian kaki kuda berwarna merah karena darah mengucur dengan derasnya. Peristiwa naas itu terjadi sekitar jam 21.00 WIB.
Saat saya menuju ke rumah, di daerah jl. Wates km. 2, tepat di depan kantor Kelurahan Ngestiharjo, Bantul, tak jauh dari batas kota Jogja-Bantul, saya melihat kerumunan orang di sana. Ternyata itu adalah kuda yang tadi diberitakan. Yang saya heran, siapa yang membawa kuda sampai ke sini ya? Perasaan posisi terakhirnya ada di Ngampilan, tapi kok tiba-tiba di jalan Wates. Ternyata, setelah saya tanya di kerumunan orang yang menyaksikan kronologisnya sejak awal, kuda yang terluka parah ini sengaja digiring pulang ke daerah Mejing, dengan dituntun beberapa orang, termasuk pak kusir.
Ya ampun, kuda yang tubuhnya sudah kehabisan darah banyak ini masih kuat berjalan hingga 1 km? Luar biasa memang. Ibarat orang kecelakaan, berdarah-darah, tapi dia masih dipaksa jalan dalam kondisi lemah. Bagaimana perasaannya? Saya hanya prihatin, sangat prihatin. Dalam kondisi seperti itu, kenapa makhluk Tuhan yang satu ini tak ada yang menolong? Menolong secara manusiawi. Perlakuan yang baik karena bagaimanapun dia masih hidup, dia punya nafas, sehari-hari juga bekerja keras membantu mencari rezeki untuk tuannya bahkan membahagiakan banyak orang melalui andong yang dia tarik. Tapi kenapa saat kondisi tubuh terluka parah dan tak berdaya, tak ada seorangpun yang ingin mengobati sakitnya? Membalut lukanya. Kenapa…..? 🙁
Dalam kerumunan tersebut, saya memberanikan diri untuk melihat kondisi kuda. Sangat mengenaskan. Di tempat itulah, ia menyerah berjalan, menyerah berjuang karena kehabisan darah. Dia hanya terkapar, dengan tubuh yang terikat tali tambang besar untuk meredakan amarahnya. Ya, saya lihat dia marah, marah karena merasa tak diperlakukan secara adil. Juga sakit yang dibiarkan begitu saja karena tersayat pecahan kaca etalase dan benda-benda tajam lainnya.
Saya mendekati pak Kusir, mencoba menggali informasi lebih dalam. Pak Sadiyo, si pemilik kuda umur 8 tahun itu menceritakan kronologis peristiwa ini. Ia mengatakan pada saat kuda pertama kalinya lepas dari ikatan andong, beliau mencoba berlari untuk menggapai kudanya, namun naas, tubuh beliau justru tersungkur jatuh di atas aspal lantaran tertabrak becak. Mungkin kondisi jalan memang sangat kacau, kuda yang lari bebas di jalan ramai tentu membuat semua orang ketakutan.
Melihat kondisi kuda terkapar di atas jalan, dikerumuni banyak orang, memang sangat menyentuh hati saya. Sesekali ia memberontak ingin berdiri namun sayatan lebar dan dalam di kaki kirinya sudah tak memungkinkan lagi. Saya tanya ke pak kusir, “Pak, ini kudanya mau diobati atau gimana? Kasihan pak, dia sudah dipaksa berjalan jauh dalam kondisi luka parah..”.“Nggak mbak, sudahlah. Kuda ini andai diobati juga gakkan sembuh total. Kakinya gak bisa menopang buat cari uang. Sebentar lagi sudah ada tukang jagal yang datang”, jawab beliau. Sontak naluri saya terkoyak mendengar perkataan si bapak yang berasal dari Pandak, Bantul ini. “Pak, tapi kan kuda ini seperti manusia. Kalau terluka pasti bisa diobati dan besok sehat lagi. Lebih baik panggil dokter hewan saja agar bisa pulih”, saya sedikit memaksa beliau agar tak menyerahkannya ke tukang jagal.
“Sulit mbak, saya sudah ikhlaskan semua. Dia sudah menemani saya bekerja selama 3 tahun. Kondisinya sudah seperti ini, mau gimana lagi…”, jawab beliau dengan nada sedih walau tetap berusaha tersenyum di depan saya.
Saya yakin, pak Sadiyo memilih jalan ini karena beliau juga merasa bersalah kepada semua orang yang ikut menjadi korban atas tragedi ini. Tempat usaha konter dan warung makan korban kudanya yang kini dalam kondisi terobrak-abrik serta orang-orang di sekitar yang mungkin menyudutkannya atas peristiwa ini, alasan kuat baginya untuk tak melakukan pertolongan secara cepat kepada kudanya. Diantara kerumunan itu, seorang Bapak berambut gondrong saya acungi jempol karena memiliki niat tulus untuk menyelamatkan nyawa kuda ini. Ia sudah menghubungi komunitas pecinta hewan di Jogja, serta tiga dokter hewan. Namun mungkin sudah nasib, ketiga dokter sedang off melayani karena hari libur. Di sela-sela perbincangan ini, suasana terasa makin menyedihkan karena kuda itu makin lemah dan sulit untuk bernafas. Sekitar pukul 23.30 WIB, kuda itu mengakhiri sakratul mautnya dengan menghembuskan nafas yang terakhir. Pak Sadiyo, mengelus kepala kuda itu, sambil mengikhlaskan hewan yang sudah membantunya berjuang untuk mengais rezeki selama ini. Orang-orang yang melihat peristiwa ini sungguh ikut prihatin, sangat menyayangkan peristiwa yang membuat kuda ini meninggal.
Peristiwa ini sungguh memberi pelajaran bagi kita. Pertama, sebagai pengguna jalan raya, tolong lebih berhati-hati saat berkendara. Jika terpaksa membunyikan klakson, tolong dilakukan secara manusiawi, jangan sampai bunyi klakson (apalagi klakson modifikasi dengan bunyi yang memekakkan telinga) membuat orang lain jantungan bahkan mengganggu kenyamanan hewan kuda, energi utama penggerak alat transportasi andong. Kedua, jika ada peristiwa yang sama, dimana hewan di sekitar kita terluka karena apapun itu, tolong perlakukan dia seperti manusia. Apalagi jika ia hewan produktif yang tenaganya sangat dibutuhkan manusia. Perlakukan dia secara adil dan bijak, karena ia berhak mendapat itu. Untuk pak kusir, semoga diberikan ketabahan. Beliau selain kehilangan kuda yang jika dinominalkan mencapai Rp. 15 juta, harus pula menanggung ganti rugi untuk seluruh tempat yang ikut rusak karena kudanya tadi. Pagi ini rencananya seluruh pihak akan bertemu untuk membahas kesepakatan terbaik di kantor polisi terdekat. Syukurlah, tak ada korban lain (manusia) dalam peristiwa ini. Tamu yang naik andong pun selamat. Harapan saya, supir bus yang membunyikan klakson tadi memiliki itikad baik untuk ikut bertanggung jawab dalam peristiwa ini. Tanpa bunyi klakson itu, mungkin semalam pak Sadiyo dan kuda betinanya sudah menikmati tidur malam yang indah, seperti biasanya. Jauh beberapa waktu sebelum ini, di suatu perempatan Jogja, motor saya terhenti untuk mematuhi traffic light yang berwarna merah. Beberapa detik kemudian, persis di samping kanan saya, datanglah nafas yang terengah-engah, sungguh terdengar keras di telinga saya. Ia kelelahan, seperti habis melakukan perjalanan jauh dan berat. Dan memang itu yang ia perjuangkan bersama tuannya, walaupun kadang harus menerima pecutan untuk menyemangatinya, ia tak apa. Tak perlu menoleh, suara sepatunya telah menjawab siapa dia.
Oleh Riana Dewie
Sumber : http://www.kompasiana.com/rianadewie/kisah-kuda-ngamuk-hingga-meninggal-gara-gara-klakson-bus_584f0ce627b0bd53148e154e