KOTAJOGJA.COM – Makan sebagai salah satu kebutuhan pokok manusia memiliki semacam ritual yang tidak hanya dilakukan di rumah bersama keluarga. Terkadang makan di luar rumah menjadi penyegaran untuk memperat komunikasi antar anggota keluarga. Perhitungan ekonomi tidak menjadi persoalan utama karena niat awal ingin mendapat pengalaman baru secara bersama. Perjalanan dari rumah menujut tempat makan pun lebih indah dan penuh kenangan. Terkadang kemudahan bukanlah hal yang selalu dicari ketika ingin merasakan sesuatu yang beda ketika acara makan ingin dijadikan salah satu kegiatan yang menambah akrab hubungan antar keluarga.
Warung Sego Nggengeng bisa menjadi salah satu referensi bagi kegiatan kuliner bersama dan mendapatkan pengalaman dalam perjalanan menuju lokasi warung tersebut. Tidak ada papan informasi sebagai penunjuk arah menuju termpat tersebut, dan sudah menjadi kebiasaan bagi para pemburu kuliner mencari tantangan untuk mendapatkan sensasi rasa dan pengalaman dalam perjalanan.
Untuk mencapai lokasi warung ini, dari arah kota Yogya kearah selatan mengikuti Jalan Parangtritis sampai dengan ketemu ISI Jogja dan kantor pos Sewon, kemudian belok ke kanan [barat] sampai ke dusun Nengahan. Warung makan ini dimiliki oleh mbah Martodiryo atau mbah Marto Gowok [80 tahun]. Mengutip sebuah ungkapan lama, banyak jalan menuju Roma, kita bisa menempuh banyak jalur untuk menuju lokasi tersebut. Dari Jl. Parangtritis hingga km 7. Saat melewati Rumah Makan Cemani Numani, di sisi barat jalan ada gang kecil. Telusuri gang itu hingga sampai di sebuah pertigaan yang ada tugu Projotamansari yang mengarah ke sebuah masjid. Bila pembaca membawa kendaraan roda 4, bisa memarkir di halaman masjid tersebut.
Gudeg Klasik dengan areh yang tidak kental serta sayuran hijau daun pepaya adalah menu klasik yang disajikan oleh warung ini. Dan untuk sambal menggunakan kacang tholo yang dimasak pedas serta memakai rambak atau krecek ndeso. Untuk lauk pauk berupa tahu, tempe, telur, rempelo ati dengan cara dimasak memakai bumbu besengek dan mangut lele.
Satu lagi keunikan dari warung ini adalah, pengunjung langsung masuk dapur dari warung ini untuk mengambil sendiri dan bebas memilih tempat untuk makan. Dinding dapur dipenuhi jelaga membuat suasana dapur ini jauh dari kesan bersih. Tapi jangan salah dari dari tempat inilah kita bisa mendapatkan suasana yang beda serta racikan bumbu yang sangat terasa aduhai memanjakan lidah. Di sini makanan dimasak menggunakan keren, tungku berbahan bakar kayu.
Di warung ini cara memasak mangut lele sangat berbeda dengan yang lain, sebelum masuk proses pemasakan, lele dibersihkan dan ditusuk dengan pelepah daun kelapa kemudian diasapi di atas api yang berasal dari sabut kelapa yang dibakar. Penggunaan pelepah pisang membuat lele tidak lengket dan hasil dari pengasapan menghasilkan daging lele yang kenyal serta menyisakan rasa sangit. Setelah diasapi, lele kemudian dimasukkan ke dalam bumbu mangut, seperti bumbu gulai namun pedas dan dipanaskan di atas keren [tungku tanah berbahan bakar kayu] sampai masak.
Keunikan yang sangat terasa di warung ini, para pengunjung dibebaskan untuk memilih tempat duduk yang disediakan serta tidak ada ruangan yang di tata seperti warung makan seperti biasanya. Dari teras rumah, ruang tamu dan dapur pun layak menjadi tempat makan yang nikmat. Suasana akrab menjadi sebuah tata nilai yang berbeda dengan tempat makan yang lain, tidak ada batas antara pengunjung dengan pemilik warung. Keakraban di warung ini menjadi ciri khas kuat, dimana tidak adanya institusi bisnis yang hanya mencari keuntungan materi semata melainkan menjadi ajang untuk menambah persaudaraan dan mengikat tali silaturahmi bagi yang sudah mengenal satu sama lainnya. (konten:aanardian/kotajogja.com)
Lokasi: Karanggeneng, Panggungharjo, Sewon, Bantul, DIY