KOTAJOGJA.COM – Keresahan seorang RM. Soewardi Soerjaningrat melihat masyarakat kecil tidak mampu mengenyam pendidikan tinggi seperti yang dia capai, membuat dia melepaskan gelar ningrat dan menamai dirinya Ki Hadjar Dewantara. Memilih hidup di luar tembok istana, beliau bersama Dr. Douwes Dekker dan dr. Tjipto Mangoenkoesoemo mengambil langkah strategis dengan mendirikan organisai Tiga Serangkai sebagai bentuk perlawanan terhadap pemerintahan kolonial Belanda melalui bidang pendidikan dan politik.
Pengalaman hidup dalam perjuangan dan tekanan penguasa, tidak membuat Ki Hadjar Dewantoro patah arang mewujudkan cita-citanya berjuang melalui dunia pendidikan. Dengan keteguhan hati serta cita-cita suci, beliau memutuskan untuk membentuk organisasi pendidikan bernama Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa. Pendirian Taman Siswa bertujuan melepaskan belenggu kebodohan dari rakyat jelata.
Beliau sempat menuliskan pernyataan sikapnya dalam memoar pendirian Taman Siswa, “Apabila kondisi suatu bangsa bodoh, maka bangsa lain dengan sangat mudah menindasnya, seperti praktik kolonialisasi oleh Hindia-Belanda di nusantara yang terjadi selama 350 tahun.”
Dengan mengunjungi Museum Kirti Griya Dewantara kita dapat merasakan pahit getirnya perjuangan beliau dalam melepaskan belenggu kebodohan yang menghinggapi masyarakat jelata pada waktu tersebut. Selain itu, di tempat ini kita bisa melihat secara langsung koleksi buku beliau yang menjadi referensi beliau dalam berpikir, menulis dan berjuang melaui dunia pendidikan.
Museum Kirti Griya juga menampilkan koleksi-koleksi milik beliau yang menunjang kehidupan sehari-hari beliau layaknya orang awam seperti perabotan rumah mulai dari ruang tamu, perpustakaan hingga kamar tidur beliau. Museum ini juga menampilkan beberapa karyanya yang fenomenal. misalnya, tulisannya yang berjudul Ais Ik eens Nederlander Was atau Seandainya Saya Seorang Belanda dan Een voor Allen maar Ook Allen voor Een atau dalam bahasa Indonesia berjudul Satu untuk semua, tetapi semua untuk satu jua? Selain itu, satu karyanya yang menumental adalah Sari Swara, yakni buku berisi tangga nada Jawa dalam musik gamelan yang telah dikonversi menjadi bentuk partitur Barat. (aanardian/kotajogja.com)