KOTAJOGJA.COM – Pembangunan Bendungan Karangtalun dimulai pada masa pemerintahan Sri Sultan HB VIII pada awal abad ke-20 tepatnya tahun 1909. Pada saat itu di wilayah Yogyakarta banyak berdiri pabrik gula, sekitar 17 pabrik, oleh karena itu dibangunlah sarana-sarana pengairan untuk menopang kelangsungan industri gula di kota Yogyakarta.

Bendungan Karangtalun memiliki tinggi kurang lebih 20 meter, sisi kanan kirinya dibangun tangga berundak yang difungsikan sebagai fasilitas jalan untuk memeriksa pintu air bendungan tersebut. Bendungan ini juga dilengkapi dengan empat pintu air–gejlig dalam bahasa jawa–berwarna biru yang berfungsi untuk memecah arus dari Sungai Progo. Setiap pintu air memiliki bantaran yang memanjang kurang lebih 10 meter dengan menyesuaikan hulu Kanal Mataram yang membelok kurang lebih 35 derajat. Bendungan Karangtalun ini mengairi 30.000 hektar lahan pertanian di Kab. Magelang dan Daerah Istimewa Yogyakarta, selain itu Bendungan Karangtalun masuk dalam benda cagar budaya bersejarah non gedung yang dilindungi oleh pemerintah.
bendungan-karang-talun-6Berdasarkan cerita legenda berkisah tentang sabda Sunan Kalijaga, bahwa bumi Mataram akan subur dan rakyatnya makmur apabila Sungai Progo dan Sungai Opak dikawinkan. Pada masa itu, mungkin sabda itu terdengar sebagai kutukan sebab menyatukan dua sungai yang saling berjauhan, satu di tepi barat dan satunya di tepi timur wilayah Mataram, adalah mustahil. Karomah para wali memang bertuah, sabda Sunan Kalijaga tersebut menjadi kenyataan, warga Yogyakarta sekarang lebih makmur daripada sebelum adanya Selokan Mataram dan mengairi ribuan hektar lahan pertanian yang sampai saat ini masih menghijau pada saat musim kemarau.

Di tengah maraknya perekrutan romusha, Sri Sultan Hamengku Buwono IX berusaha menyelamatkan warga Yogyakarta dari kekejaman pemerintah Jepang. Dengan berpikir cerdik, Beliau melaporkan kepada Jepang bahwa Yogyakarta adalah daerah minus dan kering, hasil buminya hanya berupa singkong dan gaplek. Sri Sultan Hamengkubuwono IX dengan pengaruhnya yang besar terhadap pemerintahan Jepang, mengusulkan agar romusha dari wilayah Yogyakarta dapat mengerjakan proyek-proyek di wilayah Yogyakarta sendiri. Selain itu, Sri Sultan Hamengkubuwono IX mengusulkan proyek pembangunan saluran irigasi yang menghubungkan Sungai Progo dan Sungai Opak, dengan demikian lahan pertanian di Yogyakarta yang kebanyakan lahan tadah hujan menjadi lahan sepanjang tahun sehingga mampu menghasilkan padi dan bisa memasok kebutuhan pangan Tentara Jepang.
bendungan-karang-talun-8Saran dari Sri Sultan Hamengkubuwono IX disetujui pemerintah Jepang maka terbebaslah warga Yogyakarta menjadi tenaga romusha pemerintah Jepang. Dibawah kendali Beliau mega proyek ini berhasil menyatukan Sungai Progo di sisi barat Yogyakarta dengan Sungai Opak di sisi timur dan dan akhirnya masyarakat Yogyakarta sendirilah yang diuntungkan dengan proyek ini. Selokan Mataram dibangun tahun 1944, sepanjang 31,2 km dan mengairi areal pertanian seluas 15.734 ha. (ardianahmad/kotajogja.com)