KOTAJOGJA.COM – Jauh dari hingar bingar kesibukan kota dan hanya ada suara aliran sungai serta gemerisik pepohonan, itulah gambaran suasana Candi Morangan. Salah satu candi Hindhu Kuno yang berlokasi di dusun Morangan, Sindumartani, Ngaglik, Sleman DIY. Candi ini merupakan candi hindhu yang tersebar di Kabupaten Sleman, candi ini merupakan candi yang terletak paling utara di wilayah DIY dan paling dekat dengan Gunung Merapi. Selain itu candi ini sangat dekat dengan aliran Sungai Gendol, kurang lebih sekitar 100 meter sebelah barat.
Asal -usul Candi Morangan
Berdasarkan penelitian para ahli purbakala, Candi Morangan diperkirakan dibangun pada abad IX dan X pada masa Kerajaan Mataram Hindhu. Pembangunan candi ini diperkirakan satu era dengan candi Hindhu lainnya, yaitu Prambanan. Pada saat ditemukan pada tahun 1982, candi ini terpendam 6,5 meter di bawah tanah.
Dilihat dari pemetaan bangunannya, Candi Morangan memiliki dua buah bangunan candi, yaitu induk dan perwara yang berbahan baku batu andesit. Di kompleks Candi Morangan juga diketemukan yoni dan arca resi serta beberapa arca lain di dalam relung-relung candi.
Peletakan bangunan candi induk menghadap ke barat, memiliki satu bilik dengan denah bujur sangkar (7,95 m x 7,95 m) dengan selasar selebar 90 m. Candi ini memiliki beberapa bagian yang terdiri atas sisi genta, belah rotan, bingkai persegi, serta takuk ganda. Sedangkan candi perwara menghadap ke timur, dengan denah sama yaitu bujur sangkar (4 m x 4 m). Secara lengkap candi induk terdiri atas kaki, tubuh serta atap candi. Pembagian tersebut dalam agama Hindu melambangkan tiga alam yaitu bhurloka, bhuwarloka, dan swarloka.
Keunikan Candi Morangan memiliki banyak relief yang terpahat pada batang kaki dan tubuh candi yang dipastikan terletak antara perbingkaian atas dan bawah. Selain itu di candi ini terdapat satu panel relief yang membedakan dengan candi-candi lainnya, yaitu panel relief yang diperkirakan bagian dari cerita Tantri Kamandakan. Relief tersebut mengisahkan fabel tentang seekor harimau yang tertipu oleh seekor kambing. Hal ini cukup istimewa karena selama ini relief tersebut biasanya hanya ditemukan pada candi berlatar belakang agama Buddha
Walau bentuk bangunan utama candi ini belum tersusun secara utuh, pengunjung dapat melihat serta mengamati relief-relief dengan cerita yang menarik. Terdapat enam relief unik yang terdapat di reruntuhan dinding candi ini.
Pertama, terdapat relief dua laki-laki mengapit tumpukan bunga-bungaan. Relief ini menggambarkan salah satu adegan dalam upacara keagamaan. Bunga merupakan salah satu unsur penting dalam pemujaan agama Hindu.
Kedua adalah relief dua wanita mengapit kendi besar dengan membawa kendi-kendi kecil. Relief ini menggambarkan salah satu adegan dalam upacara keagamaan. Kendi adalah tempat air suci yang dianggap dapat membersihkan noda dan dosa.
Ketiga adalah dua wanita menunggang gajah. Relief ini menggambarkan dua orang wanita menunggang gajah. Gajah adalah binatang istimewa karena pada zaman dulu hanya seorang raja yang boleh memilikinya sebagai simbol kemegahan kerajaan. Sedangkan keempat adalah relief tiga orang resi membawa lontar pustaka (kitab suci) dan uptala (teratai biru). Sementara yang kelima adalah relief kepala Resi Agastya dalam relung.
Relief ini merupakan hiasan yang biasa terdapat pada bagian atap candi yang juga terdapat di Candi Gebang. Sedangkan yang keenam adalah relief ayam jantan disangga gana. Gana, atau sering juga disebut Shiwaduta, adalah makhluk kecil pengiring Shiwa. Sedangkan ayam jantan melambangkan kekuatan, keberanian dan kesuburan. Selain itu dalam kehidupan keagamaan, ayam sering digunakan sebagai hewan korban.
Hasyim, penjaga di kawasan tersebut menerangkan,sisi utara, barat, dan selatan tubuh candi memiliki memiliki relung yang berisi arca. Semuanya telah diamankan oleh kantor Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Yogyakarta. “Tak jauh dari sini, di sebelah timur Kali Gendol juga terdapat penemuan candi lagi. Namun karena ada aktivitas penambangan pasir, justru ditimbun lagi,” ujarnya. (aanardian/kotajogja.com)